Menelusuri Sejarah dan Teori Disabilitas: Dari Masa Lampau hingga Perspektif Modern

Menelusuri Sejarah dan Teori Disabilitas: Dari Masa Lampau hingga Perspektif Modern

Disabilitas di Masa Lalu: Antara Mitos dan Marginalisasi

Sejak peradaban awal, disabilitas kerap dipandang dari lensa mistis, mitologis, hingga penuh stigma. Pada zaman dahulu, penyandang disabilitas sering kali dianggap sebagai “kutukan dewa” atau tanda kemarahan roh leluhur. Di beberapa kebudayaan kuno, bayi yang lahir dengan kondisi disabilitas bahkan dibuang atau dikorbankan, dianggap tidak layak hidup dalam struktur sosial yang keras.

Namun, tidak semua peradaban berpikiran sempit. Dalam beberapa masyarakat seperti Yunani kuno dan Mesir, terdapat indikasi bahwa orang-orang dengan disabilitas mendapat perawatan atau posisi khusus, meskipun masih dalam konteks diskriminatif dan penuh batasan.

Abad Pertengahan: Religiusitas dan Pengucilan

Memasuki Abad Pertengahan, pandangan terhadap disabilitas tidak lantas membaik. Di Eropa, misalnya, pengaruh gereja yang sangat kuat menjadikan penyandang disabilitas dipandang sebagai “ujian dari Tuhan” atau sebagai hasil dari dosa. Rumah sakit amal dan rumah pengasingan mulai muncul, namun lebih bernuansa pengurungan dibanding pemulihan.

Disabilitas juga dipertontonkan dalam bentuk hiburan, seperti di sirkus keliling atau pertunjukan “manusia aneh”, memperkuat stereotip dan objektifikasi tubuh disabilitas. Barulah pada era modern, tepatnya setelah Revolusi Industri dan dua perang dunia, perhatian terhadap hak-hak penyandang disabilitas mulai terbentuk.

Studi Disabilitas: Membongkar Perspektif Lama

Memasuki abad ke-20, muncul disiplin ilmu yang dikenal sebagai Disability Studies atau Studi Disabilitas. Ilmu ini mencoba menggeser cara pandang masyarakat dari pendekatan medis ke pendekatan sosial.

Jika sebelumnya disabilitas dilihat danielbarkermd.com sebagai kekurangan yang harus “diperbaiki”, studi disabilitas menekankan bahwa hambatan utama justru datang dari masyarakat—dari ketidaksiapan lingkungan, kebijakan, hingga sikap diskriminatif.

Model sosial ini membuka ruang untuk perjuangan hak, kesetaraan, dan inklusi yang lebih adil, serta membongkar pandangan lama yang menempatkan penyandang disabilitas sebagai objek kasihan.

Klasifikasi Internasional: Membangun Pemahaman Global

Untuk memperkuat pemahaman dan pendekatan global terhadap disabilitas, WHO mengembangkan International Classification of Functioning, Disability and Health (ICF). ICF menekankan bahwa disabilitas bukan hanya soal diagnosis medis, tetapi juga bagaimana seseorang berinteraksi dengan lingkungan fisik dan sosialnya.

Klasifikasi ini membantu berbagai negara, institusi, dan tenaga medis menyusun strategi inklusif berbasis data yang holistik dan menghargai martabat manusia.

Penutup

Disabilitas bukanlah kondisi yang harus disembunyikan atau dilabeli secara sempit. Sejarah panjangnya menunjukkan bagaimana manusia perlu belajar kembali menjadi manusia—yakni dengan empati, keterbukaan, dan rasa hormat terhadap keberagaman kemampuan.

Leave a Comment